Imigrasi Labuan Bajo Menangkap WNA Filipina yang Tinggal Ilegal selama 22 Tahun dan Membuka Toko

loading…

Kantor Imigrasi Labuan Bajo menangkap EB (50), WNA Filipina karena tinggal secara ilegal di Indonesia selama 22 tahun. EB bahkan sampai buka toko kelontong. Foto/Ist

LABUAN BAJO – Kantor Imigrasi Kelas II TPI Labuan Bajo menangkap EB (50), seorang warga negara asing (WNA) asal Filipina karena tinggal secara ilegal di Indonesia selama 22 tahun. EB bahkan sampai buka usaha toko kelontong.

Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Labuan Bajo, Jaya Mahendra mengungkapkan, yang bersangkutan masuk ke Indonesia melalui jalur tikus alias tak melewati prosedur keimigrasian.

“Dia (EB) diketahui tidak memiliki dokumen perjalanan dan visa yang sah,” ungkap Mahendra, Jumat (20/9/2024).

Jaya menjelaskan, EB pertama kali masuk ke wilayah Indonesia pada tahun 2002. Tanpa dokumen perjalanan dan visa, ia nekat menyusup masuk ke Indonesia melalui Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Pihaknya menangkap dia di Aimere, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurutnya, EB melanggar ketentuan Pasal 75 ayat (1) UU No 6 Tahun 2011 tentang Tindakan Administratif Keimigrasian.

Adapun di Aimere,wanita paruh baya tersebut bersuamikan orang setempat dan telah memiliki seorang anak. Ia bersama suaminya membuka toko kelontong di sana untuk membiayai kehidupan.

“Yang bersangkutan tinggal menetap di Aimere. Lebih banyak hidup di Aimere, layaknya seorang istri dan ibu rumah tangga,” tutur Mahendra.

Saat ini dikatakannya EB sudah berada di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, diserahkan pihaknya pada 11 September 2024 lalu. “Di Rumah Detensi Imigrasi ini dalam rangka proses pendeportasian,” ujar dia.

Dirinya belum memastikan proses lanjut deportasi EB ke negara asalnya. WNA yang melanggar aturan Keimigrasian dikatakannya bisa tinggal di Rudenim maksimal 10 tahun.

BACA JUGA :  Diterima dengan Baik oleh Warga Kota Medan, Bobby Nasution Mengapresiasi Adanya Mal Pelayanan Publik

“Nantinya akan dilihat kelengkapan dokumen, keadaan kesehatan serta kesiapan dana untuk proses deportasi karena pembiayaan dilakukan secara mandiri oleh WNA atau penjamin atau penanggung jawab,” ujarnya.

(shf)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *