loading…
Si anak harus menyerahkan keputusannya itu kepada Allah. Ilustrasi: Ist
Dalam hal ini Allah telah berfirman sebagai berikut:
“Hendaklah kamu bersyukur kepadaku dan kepada dua orang tuamu; kepadakulah tempat kembali. Dan jika mereka itu bersungguh-sungguh mempengaruhimu supaya kamu menyekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu turut mereka itu, tetapi berkawanlah dengan mereka di dunia ini dengan cara yang baik; dan ikutilah jalan orang yang taubat kepadaku; kemudian kepadakulah tempat kembalimu, maka akan kujelaskan kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.” ( QS Luqman : 14-15)
Syaikh Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkanH. Mu’ammal Hamidy berjudul “Halal dan Haram dalam Islam” (PT Bina Ilmu, 1993) menjelaskansetiap muslim diperintah dalam kedua ayat ini agar tidak mau menuruti kedua orang tua terhadap apa yang mereka usahakan dan mereka perintahkannya –dalam hal kedurhakaan. Sebab sedikitpun kita tidak boleh menurut manusia dalam hal durhaka kepada Allah (laa tha’ata limakhluqin fima’shiyatil khaliq).
“Adakah maksiat yang lebih besar selain syirik?” tutur Al-Qardhawi.
Menurutnya, si anak tetap diperintah supaya bergaul dengan orang tuanya itu dengan sebaik-baiknya, dengan syarat tidak akan mempengaruhi kejernihan imannya. “Bahkan si anak dianjurkan supaya mengikuti orang-orang mukmin yang baik-baik yang mau tobat kepada Allah,” lanjutnya.
Si anak harus menyerahkan keputusannya itu kepada Allah yang maha teguh hukumnya kelak di hari di mana seorang ayah tidak akan dihukum lantaran perbuatan anaknya, begitu juga si anak tidak akan dihukum lantaran perbuatan ayahnya.
“Inilah puncak toleransi yang tidak dapat dicapai oleh agama apapun, selain Islam,” demikian Syaikh Yusuf Al-Qardhawi.
(mhy)