loading…
Seorang pengkhianat Korea Utara di Korea Selatan berharap dapat berkumpul lagi dengan keluarganya. Puluhan penduduk Korea Utara yang ingin mengkhianati dilaporkan hilang setelah ditangkap kepolisian rahasia. Foto/SCMP
Kelompok hak asasi manusia (HAM) yang berbasis di Seoul, The Transitional Justice Working Group (TJWG), pada Kamis (31/10/2024) mengungkap kasus penghilangan paksa tersebut.
TJWG merilis laporan yang merinci pola penghilangan paksa melalui studinya berdasarkan wawancara dengan 62 pelarian Korea Utara di Korea Selatan.
Puluhan ribu warga Korea Utara telah mengkhianati dalam beberapa dekade sejak Perang Korea berakhir pada tahun 1953 dengan gencatan senjata—banyak dari mereka yang tertangkap atau dipulangkan dikirim ke kamp penjara atau fasilitas penahanan lainnya sebelum dibebaskan.
Kelompok HAM tersebut mengidentifikasi 113 orang dalam 66 kasus penghilangan paksa, termasuk kasus-kasus dalam arsip yang dikelola bersama organisasi-organisasi internasional lainnya, serta peta yang menggambarkan rute pemindahan.
Dari 113 orang tersebut, 80 persen atau 90 orang, ditangkap di dalam Korea Utara dan sisanya di China atau Rusia, dengan sekitar 30 persen menghilang sejak pemimpin Kim Jong-un berkuasa pada akhir tahun 2011.
Hampir 40 persen dari mereka hilang setelah tertangkap saat mencoba melarikan diri dari negara tersebut, sementara 26 persen bertanggung jawab atas kejahatan anggota keluarga lainnya. Hampir 9 persen dituduh berhubungan dengan orang-orang di Korea Selatan atau negara-negara lain.
Lebih dari 81 persen menghilang setelah dipindahkan dan ditahan oleh Kementerian Keamanan Negara (MSS), kepolisian rahasia Korea Utara yang dikenal sebagai “bowibu”, menurut laporan TJWG yang dikutip Reuters.
Seorang sumber yang mengkhianati ke Korea Selatan pada tahun 2018 dari kota perbatasan China, Hyesan, mengatakan bahwa temannya ditangkap oleh MSS saat mencoba mengambil ponsel China yang disembunyikan di pegunungan, dan kini dikabarkan telah meninggal.